KEDIRI, jatim.expost.co.id – Dugaan praktik penagihan utang yang brutal dan melanggar hukum kembali mencuat. Seorang guru honorer di Kediri, berinisial ZNE, melaporkan dua oknum petugas penagih dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kediri ke Polsek Ngasem. Keduanya, yang dikenal dengan nama Kodim dan Jaya, dituduh melakukan intimidasi, perampasan aset tanpa dasar hukum, dan mempermalukan korban di hadapan siswa serta rekan kerja.
Peristiwa terjadi pada Rabu, 23 Juli 2025. Kedua penagih mendatangi sekolah tempat ZNE mengajar dan menagih utang secara terbuka di tengah proses belajar-mengajar. Permintaan kepala sekolah agar penagihan ditunda hingga kegiatan belajar selesai diabaikan. Akibatnya, situasi menjadi ricuh dan menimbulkan tekanan psikologis bagi ZNE serta menyebar stigma negatif di lingkungan sekolah.
Korban mengakui adanya tunggakan cicilan sejak April karena kesulitan ekonomi, namun menyatakan tetap berupaya membayar, meskipun tidak selalu sesuai nominal. Sebagai bentuk itikad baik, ZNE telah menyerahkan dua kendaraan miliknya—Yamaha Vixion dan Honda Vario—meski tidak termasuk dalam jaminan kredit.
Namun ironisnya, selain dua motor tersebut, para petugas juga menyita barang-barang pribadi lain tanpa dasar hukum yang sah, tanpa akta fidusia atau putusan pengadilan. Tindakan ini mengarah pada perampasan dan pelanggaran hak konsumen.
Ucapan Mengguncang Mental Istri Korban
Tak berhenti di sekolah, petugas juga mendatangi rumah ZNE dan melontarkan pernyataan mengerikan kepada istrinya:
> “Kalau suami Anda mati, itu bisa selesai, Buk.”
Ucapan tersebut memperdalam trauma dan tekanan mental yang dialami keluarga korban.
Kerugian Multidimensi
Kasus ini tidak hanya menyebabkan kerugian materiil, tetapi juga:
Psikologis: Trauma mendalam bagi keluarga korban
Sosial: Pencemaran nama baik di lingkungan kerja
Hukum: Penyitaan ilegal tanpa dasar hukum
Finansial: Status kredit tetap macet meski aset sudah diserahkan
Proses Hukum Dimulai, LSM Turun Tangan
Laporan ZNE kini ditangani Polsek Ngasem. Proses hukum dikawal oleh dua lembaga swadaya masyarakat, LSM Gerak dan LSM Gemah, yang menyatakan bahwa kasus ini adalah bentuk nyata penyalahgunaan kewenangan oleh oknum petugas bank.
> Pak Wondo (LSM Gerak):
“Ini bukan hanya soal intimidasi. Ini bentuk pelanggaran hukum: perampasan aset, pencemaran nama baik, dan pelanggaran etika penagihan. Kami tidak akan berhenti sebelum korban mendapat keadilan.”
Indikasi Pelanggaran Hukum:
Pasal 335 KUHP: Perbuatan tidak menyenangkan/intimidasi
Pasal 368 KUHP: Pemerasan
Pasal 310 KUHP: Pencemaran nama baik
UU No. 8 Tahun 1999: Pelanggaran hak konsumen
UU No. 42 Tahun 1999: Penyitaan ilegal tanpa akta fidusia
POJK No. 1/POJK.07/2013: Larangan penagihan dengan kekerasan/intimidasi
Tuntutan dari Korban dan Pendamping Hukum:
1. Rehabilitasi nama baik ZNE secara resmi
2. Kompensasi atas aset yang disita tanpa dasar hukum
3. Sanksi tegas terhadap petugas penagih
4. Audit menyeluruh terhadap SOP penagihan BPD Kediri
Kasus ini menjadi alarm keras terhadap cara-cara barbar dalam penagihan utang oleh lembaga keuangan. Jika ZNE saja bisa diperlakukan seperti ini di depan publik, berapa banyak konsumen lain yang mengalami hal serupa namun memilih diam karena ketakutan?
ZNE menempuh jalur hukum bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk membuka jalan keadilan bagi rakyat kecil yang kerap jadi korban ketimpangan kuasa dan lemahnya perlindungan konsumen.
Social Header