Kediri, 1 Agustus 2025, jatim.expost.co.id — Situasi memanas di depan kantor Bank Daerah Kabupaten Kediri pada Jumat (1/8), ketika puluhan massa yang tergabung dalam sejumlah LSM di wilayah Kediri menggelar aksi demonstrasi. Aksi ini merupakan buntut dari dugaan intimidasi terhadap seorang guru honorer, Zaenuri, yang disebut-sebut menjadi korban tindakan brutal dari oknum debt collector yang diduga bekerja di bawah naungan Bank Daerah, milik Pemerintah Kabupaten Kediri.
Dalam orasinya, para pengunjuk rasa mengecam keras tindakan yang dilakukan oleh oknum penagih utang tersebut. Mereka menilai bahwa tindakan itu tidak hanya mencoreng nama baik institusi perbankan daerah, tetapi juga melukai rasa keadilan masyarakat kecil, khususnya para tenaga pendidik yang berjasa namun hidup dalam keterbatasan.
Tuntut Klarifikasi dan Transparansi
Para demonstran menuntut klarifikasi resmi dari pimpinan Bank Daerah serta menuntut pertanggungjawaban penuh atas dugaan pelanggaran prosedur oleh pihak penagih utang. Mereka juga mendesak adanya audit independen terhadap seluruh sistem penagihan yang diberlakukan Bank Daerah agar praktik serupa tidak kembali terulang.
"Aksi ini bukan semata-mata soal Zaenuri, tapi soal bagaimana lembaga keuangan milik pemerintah bersikap terhadap rakyat kecil. Kalau guru honorer saja bisa diintimidasi, bagaimana dengan masyarakat lain?" tegas Koordinator aksi, Wahyu Prasetyo dari LSM Garda Masyarakat Kediri.
Audensi Diterima, Namun Sorotan Publik Meningkat
Menanggapi tekanan dari massa, pihak Bank Daerah akhirnya membuka ruang dialog dengan memfasilitasi audiensi antara Zaenuri selaku korban, beberapa perwakilan LSM, serta jajaran direksi Bank Daerah. Dalam pertemuan tersebut, pihak bank diwakili oleh sejumlah petinggi manajemen yang mengaku akan melakukan investigasi internal terhadap laporan tersebut.
Namun, banyak pihak menilai langkah ini belum cukup. Masyarakat meminta agar proses hukum tetap dijalankan dan nama-nama oknum yang terlibat segera diproses secara transparan dan terbuka.
Citra Bank Daerah Dipertaruhkan
Bank Daerah Kabupaten Kediri sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kini menjadi sorotan tajam. Keberadaannya yang seharusnya menjadi pilar pendukung ekonomi lokal dan memberi solusi keuangan justru diduga melakukan tindakan di luar prosedur standar operasional (SOP). Tindakan intimidatif yang dilakukan oleh oknum debt collector ini dipandang sebagai bentuk penyimpangan sistemik yang harus segera dibenahi.
"Jika benar ada pelanggaran SOP dan tindakan kekerasan verbal atau fisik dilakukan oleh pihak bank atau pihak ketiga yang bekerja sama, maka itu adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak nasabah," ungkap Dedi Hariyanto, pakar hukum perbankan dari Universitas Kadiri.
Harapan Akan Reformasi di Tubuh Bank Daerah
Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi Pemerintah Kabupaten Kediri untuk meninjau ulang pola pengawasan terhadap BUMD, khususnya Bank Daerah yang menyentuh langsung aspek keseharian masyarakat. Tidak hanya soal penagihan, tetapi juga soal mekanisme kredit, edukasi keuangan, serta sistem perlindungan terhadap nasabah.
Sementara itu, Zaenuri, sang guru honorer yang menjadi korban, berharap agar tidak ada lagi rakyat kecil yang diperlakukan sewenang-wenang oleh lembaga keuangan. "Saya hanya ingin keadilan. Saya guru, gaji kecil, dan saya tidak lari dari kewajiban. Tapi perlakukan saya seperti manusia, bukan seperti penjahat," ujarnya dengan suara bergetar.
Kasus ini masih terus berkembang. LSM berjanji akan terus mengawal proses penyelesaian dan akan membawa kasus ini ke jalur hukum jika tidak ada tindak lanjut yang nyata dari pihak berwenang. Sementara itu, masyarakat menanti langkah konkret dari Bank Daerah dan Pemerintah Kabupaten Kediri — akankah mereka bertindak tegas terhadap pelanggaran, atau memilih bungkam di tengah desakan publik?
0 Komentar