231 Desa Di Ponorogo gagal cairkan Dana Desa, Kades terpaksa utang hingga ratusan juta

Ponorogo, jatim.expost.co.id – Nasib ratusan kepala desa (kades) di Ponorogo tengah serba sulit.

Sebanyak 231 desa dipastikan gagal mencairkan dana desa (DD) tahap II. Proyek pembangunan sudah terlanjur berjalan, namun anggaran tak kunjung turun.

Kondisi itu membuat para kades terpaksa menalangi pekerjaan dengan berutang puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Ponorogo Eko Mulyadi menyebut penyebab mandeknya pencairan mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2025 tentang Dana Desa Tahun Anggaran 2025.

Aturan yang diterbitkan pertengahan November itu langsung menghentikan pencairan kegiatan non-earmark sejak 17 September.

“Sementara teman-teman desa sudah melakukan kegiatan lapangan. Kalau tidak cair tentu menjadi beban,” ujarnya,

Eko menjelaskan, perubahan kebijakan itu mengarahkan DD hanya untuk kegiatan earmark seperti BLT Desa, ketahanan pangan, dan penanganan stunting.

Sedangkan pembangunan fisik yang selama ini dikerjakan pemdes tidak lagi menerima pencairan.

Alhasil, banyak kades menalangi pekerjaan dari kocek pribadi.

“Nilainya variatif, mulai Rp 30 juta sampai Rp 400 juta,” katanya.

Dari total 281 desa di Ponorogo, hanya 50 desa yang masih bisa mencairkan DD.

APDESI berharap pemerintah pusat menunda penerapan PMK tersebut agar desa tidak terbebani di akhir tahun.

“Kami tidak menolak aturan, hanya berharap penerapannya ditunda tahun depan,” imbuhnya.

Selain soal DD, APDESI juga menyampaikan beberapa aspirasi lain seperti dukungan percepatan program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) hingga permintaan agar kegiatan OPD tidak membebani anggaran desa.

“Misalnya kegiatan kesehatan, dulu ada anggaran dari pemda, sekarang bebannya dialihkan ke desa,” jelas Eko.

Wakil Ketua DPRD Ponorogo Anik Suharto memastikan seluruh aspirasi kades akan diteruskan ke pemerintah pusat.

DPRD berkomitmen mengirimkan surat resmi sesegera mungkin.

“Paling lama besok sudah kami sampaikan,” tegasnya.

Rapat dengar pendapat (RDP) berlangsung cukup emosional.

Banyak kades mengaku frustrasi karena proyek menumpuk tetapi anggaran tak cair.

DPRD berharap pemerintah pusat memberikan relaksasi agar desa tidak terjebak masalah administrasi maupun keuangan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *